Bersama Menghadapi Corona: Mengikuti Tauladan Nabi
oleh : KH. MUHAMMAD FAESHOL MUZAMMIL, 0 Komentar
Awalnya warga Italia santai seperti kita. Atau mungkin kita lebih santai menyikapi Corona. Tapi di Italia sekarang, penderita sudah tembus 15 ribu penderita dengan korban meninggal lebih dari 1000.
Kategori :
Kajian
,
Pilihan Redaksi
MAR
15
2020
Kesetaraan Gender Laki-Laki dan Perempuan (Ulama Perempuan, Jilbab, Harta Gono-Gini)
oleh : KALIS MARDIASIH , 0 Komentar
Ulama Perempuan
Ulama didefinisikan sebagai seorang yang otoritatif untuk menyampaikan ilmu pengetahuan keagamaan hingga menyampaikan fatwa atas persoalan tertentu dalam masyarakat. Sosok ulama tidak cukup berilmu pengetahuan saja, tapi juga mesti memiliki karakter bijaksana sehingga bisa mengayomi umat.
OKT
23
2019
Pentingnya Pembenahan Pengadilan Agama
oleh : AYANG UTRIZA YAKIN, PH.D , 0 Komentar
Di dalam fikih (Hukum Islam), zina masuk dalam jinayah (pidana) yang hukumannya (hudud) ditentukan al-Qur’an atau hadis: bagi yang sudah menikah dirajam (Sahih al-Bukhari no. 6430, Sahih Muslim, no. 1690-1691) dan bagi bujang dicambuk 100x (QS.24:2).
Pembuktian pidana zina ada dua: (1.) Empat saksi yg melihat perbuatan tersebut dengan mata kepala sendiri masuknya zakar ke farji, seperti masuknya pena ke tinta (ember ke sumur). Jika tidak, maka kena pidana qazaf dengan hukuman 80x cambuk (QS.24:4). (2.) Pengakuan diri sendiri.
JUL
14
2019
Nilai Gus Dur Persepektif Budaya Bugis dan Akuntansi
oleh : MUHAMMAD ARAS PRABOWO, 0 Komentar
Berbicara tentang Gus Dur sama dengan membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Karena keluasan pengetahunnya, kemudian menjadikan Gus Dur sebagai gudang ilmu. Semua orang silih berganti dalam mencicipinya. Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) melebur menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan hingga membentuk sebuah komunitas yang dinamakan Gusdurian.
Berbicara tentang Gus Dur adalah berbicara tentang struktur pengetahuan yang kemudian dikristalisasi menjadi Sembilan nilai-nilai utama Gus Dur. Nilai-nilai tersebut yaitu Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasa, Kesederhanaan, Keksatriaan dan Kearifan Lokal.
MEI
23
2019
Pribumisasi Islam dan Tantangan Kebinekaan Indonesia: Refleksi pemikiran dan aksi Gus Dur
MAR
06
2019
Parrhesiast: Gus Dur dan Foucault
oleh : TONY DOLUDEA, 0 Komentar
Di dalam hiruk-pikuk Pemilihan Umum Legeslatif dan Eksekutif Indonesia tahun 2019 ini, rupa-rupanya tidak sedikit rakyat Indonesia terbukti masih terlihat lemah dalam berrefleksi dan tidak mampu memilah ketika berbicara tentang politik maupun demokrasi. Dalam suasana seperti ini orang tidak jarang salah kaprah ketika berbicara tentang politik dan demokrasi.
Claude Lefort pernah mengingatkan bahwa untuk dapat memahami baik hakikat politik maupun demokrasi penting bagi seseorang untuk terlebih dahulu membuat pemilahan antara politics (la politique) dan the political (le politique). Politics (la politique) adalah tindakan, strategi dan kebijakan politis tertentu dari perilaku dan lembaga politik. Sementara the political (le politique) adalah kerangka kerja pokok dan ruang sosiopolitis yang di dalamnya dan melaluinya politics (la politique) itu terjadi dan mewujudnyatakan makna dan fungsinya.
FEB
01
2019
Gus Dur, Islam, dan Bhinneka Tunggal Ika
oleh : AHMAD INUNG, 0 Komentar
Alkisah....
Suatu malam yang hening di sebuah sanggar Hindu, di sisi utara Pulau Bali yang indah, tiga orang sahabat lintas-iman, dengan balutan rasa hormat dan ikatan persahabatan yang erat, berdiksusi tentang konsep wali atau santo atau orang suci. Diskusi itu mengantarkan ketiganya pada sebuah titik pertemuan spiritualitas tertinggi, rasa keagamaan yang mendalam. Ketiga orang itu adalah Gus Dur, Ibu Gedong Bagus Oka, dan Romo Mangun Wijaya.
Peristiwa ini diceritakan sendiri oleh Gus Dur dalam salah satu tulisannya. Kedalaman peristiwa itu terrekam jelas dalam tulisan Gus Dur yang mengisahkan peristiwa tersebut.
"Baik agama Hindu, Katolik maupun Islam, memandang...orang suci...memiliki beberapa sifat yang membedakan dari orang lain...ciri-ciri istimewa yang diberikan Tuhan...ataupun pengorbanan mereka pada kepentingan manusia. Persamaan pandangan inilah yang membuat kami...saling menghormati dengan sepenuh hati.... Saya tidak pernah memikirkan perbedaan...melainkan justru persamaan...yang selalu kami jadikan sebagai titik pandang untuk melakukan pengabdian kemanusiaan." (Wahid, Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, 83-84).
AUG
06
2018
Anatomi Radikalisme di Indonesia
oleh : M KHOLID SYEIRAZI, 0 Komentar
Radikalisme ada pada semua agama, tetapi dalam Islam, radikalisme atau fundamentalisme terbukti memainkan peran politik terpenting sejak abad ke-18 (Barber, 1995: 206). Radikalisme dan fundamentalisme, sebagai istilah, sering bertukar tempat karena bermuara pada satu ide: menjalankan agama sampai ke akar-akarnya, mendasarkan seluruh aspek kehidupan kepada agama. Kaum fundamentalis Islam umumnya menganggap Islam adalah agama sempurna yang mencakup kerangka acuan semua aspek kehidupan— duniawi dan ukhrawi—mengatur manusia sejak dari cara makan, tidur, bersuci, beribadah, berniaga, hingga bernegara. Mereka menganggap aturan bernegara sama bakunya dengan ketentuan syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji. Ketentuan ibâdah dan siyâsah sama-sama tawqîfî (doktriner).
AUG
04
2018
Membaca Konsep Pribumisasi Islam dan Inkulturasi Iman Kristiani dalam Konteks Indonesia
oleh : PAULUS BAGUS SUGIYONO, 0 Komentar
Relasi antara agama dan budaya selalu menjadi isu yang menarik dalam sejarah peradaban umat manusia. Tidak jarang tegangan-tegangan selalu terjadi dalam dinamika keduanya. Meski demikian, tegangan ini menghidupkan, sebab selalu mengajak kita untuk mampu menempatkan diri dalam posisi yang tepat di antara keduanya. Dalam konteks lokal, Indonesia pernah mengalami adanya stimulus-stimulus agama yang datang dari luar, antara lain Islam dan Kristen. Kedua agama ini tentu mengalami pergulatan yang berbeda-beda dalam perjumpaannya dengan budaya lokal di Indonesia. Dalam perjumpaan dengan keduanya, sejatinya identitas budaya Indonesia terus-menerus dipertajam.
JUL
18
2018
Perihal Keselamatan Agama di Luar Islam
oleh : M. KHOLID SYEIROZI, 0 Komentar
Sebagaimana ditunjukkan al-Qur’an dan Hadis, Islam dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu semua agama tauhid yang dibawa para Nabi dan Rasul dan nama bagi agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an menunjukkan kesatuan umat manusia, anak cucu Adam, yang menyembah Allah (QS. al-Anbiya’/21: 92) dan terikat penjanjian primordial untuk mengesakan-Nya (QS. al-A’râf/7: 172). Manusia kemudian terpecah-belah dan Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk menegakkan agama tauhid (QS. al-Baqarah/2: 213). Ibrahim adalah tokoh penting yang diutus Allah untuk memulihkan monoteisme. Ajaran Nabi sesudahnya, termasuk Ismail, Ishak, Yakub dan keturunannya, Musa, ‘Isa, dan Nabi Muhammad adalah kesinambungan dari monoteisme Ibrahim (QS. Ali Imran/3: 84; QS. an-Nisa’/4: 125). Agama itu disebut sebagai Islam, yang arti generiknya adalah pasrah dan tunduk kepada Allah. Pengikutnya, dari dulu hingga sekarang, disebut sebagai Muslim/Muslimin atau امة مسلمة (QS. al-Hajj/22: 78; QS. Ali Imran/3: 85, 52; QS. Al-Baqarah/2: 128; QS. Yusuf/12: 101; QS. An-Naml/27: 31; QS. Yunus/10: 84). Hanya Islam agama di sisi Allah (QS. Ali Imran/3: 19). Siapa yang mencari selain Islam sebagai agamanya, niscaya tertolak (QS. Ali Imran/3: 85). Menimbang konteks dan pertaliannya, dua ayat terakhir berbicara tentang Islam dalam makna generik, yaitu agama tauhid.
JUL
19
2017